Senin, 02 November 2015

MENGAPA MASYARAKAT PEKALONGAN TAK MAU MEMELIHARA KERBAU JANTAN?

Sumber : Oleh Slamet Priyadi



Di Pekalongan sebelah barat Kabupaten Batang sampai daerah Sigeseng, Kabupaten Pemalang Timur, sampai sekarang masyarakatnya tabu memelihara kerbau jantan. Anehnya, kendatipun di daerah tersebut tak ada kerbau jantan, kerbau betina bisa hamil dan beranak dengan sendirinya. Konon jika ada kerbau jantan yang lahir, tak lama kemudian akan mati. Kejadian ini terus berlangsung sampai sekarang. Oleh karena itu para peternak kerbau di Pekalongan jika ternaknya itu melahirkan kerbau jantan, maka mereka segera menjualnya ke daerah lain di luar Pekalongan.  Kejadian aneh ini sampai sekarang tetap dipercayai dan dialami oleh masyarakat Pekalongan. Mengapa bisa demikian ?
        

 Beginilah ceritanya! Dahulu kala di daerah Sigeseng hidup seorang pertapa sakti, Ki Sadipo dan putranya yang bernama Joko Danu. Kehidupan masyarakat Sigeseng kebanyakan adalah sebagai nelayan, tak terkecuali Ki Sadipo dan putranya Joko Danu. Di daerah Sigeseng, Ki Sadipo selain dikenal sebagai seorang yang linuwih memiliki kesaktian yang tinggi, juga sangat terkenal dengan kemahiran dan kepandaiannya dalam membuat perahu. Ketenaran dan ketersohoran keterampilan dan kemahiran Ki Sadipo dalam membuat perahu ini sampai ke telinga  Raja Galuh. Maka Sang Raja Galuhpun memerintahkan kepada segenap hulu balangnya untuk memesan perahu besar yang indah pada Ki Sadipo untuk dipergunakan bersama isrinya berlayar bertamasya laut di sekitar Kabupaten Pemalang Timur di pantai Sigeseng, Pekalongan. Mendapat pesanan langsung dari Sang Raja Galuh, Ki Sadipo teramat suka cita hatinya, ia pun menyanggupinya.

            Singkat cerita, Segera Ki Sadipo bersama-sama beberapa orang murid pilihannya pergi ke hutan untuk mencari kayu terbaik sebagai bahan untuk membuat perahu yang indah pesanan Sang Raja Galuh.  Di hutan tersebut Ki Sadipo dan murid-muridnya menemukan satu pohon besar tua yang batang kayunya dianggap sangat baik untuk membuat perahu pesanan Sang Raja.  Ki Sadipo beserta para muridnya segera menebang pohon tersebut. Akan tetapi setelah pohon tersebut selesai ditebang keanehan terjadi, batangnya yang besar itu tak mampu diangkat oleh Ki Sadipo dan para muridnya.  Menurut Ki Sadipo ini suatu keanehan karena sepanjang pengalamannya baru satu kali inilah Ia tak mampu mengangkat sebatang pohon, bahkan dengan kekuatan saktinya sekalipun. Menghadapi kejadian aneh tersebut, sedang hari sudah menjelang petang, ia beserta murid-muridnya memutuskan untuk kembali pulang dan akan kembali lagi ke hutan dengan mengajak murid-murid yang lain lagi pada ke esokan harinya.

            Joko Danu putra satu-satunya Ki Sadipo yang juga memiliki kesaktian dan kekuatan besar menyamai ayahnya merasa tersentuh untuk menolong kesulitan ayahnya itu. Akan tetapi ada sedikit watak yang kurang disukai terhadap putranya itu, Joko Danu, berwatak sombong dan suka pamer kekuatan di hadapan orang-orang sekampungnya. Itulah yang membuat Sang Ayah, Ki Sadipo enggan untuk mengajak putranya itu pergi bersama-sama mencari kayu bahan pembuat perahu di hutan.

            Di pagi hari sebelum matahari terbit, tanpa seizing ayahnya, Joko Danu pergi sendiri ke hutan tanpa ditemani oleh siapun. Sesampai di tengah hutan, ia masih melihat batang pohon besar yang telah ditebang oleh ayahnya itu masih terbentang seperti tubuh raksasa yang sedang tertidur. Tak lama kemudian, dengan mengerahkan segenap kekuatannya yang besar dan kesaktiannya itu,  Joko Danu mengangkat sendiri batang pohon tersebut dengan teramat mudahnya. Batang pohon besar itu dipanggulnya sendiri menuju tempat pembuata kapal, dan dengan sikap bangga dan angkuhnya ia memamerkan kekuatannya itu kepada orang sekampung di sepanjang perjalanan. Orang sekampung yang melihat kekuatan Joko Danu banyak yang berdecak kagum, tetapi banyak juga yang tak senang dengan ulahnya itu karena dalam memanggul pohon besar itu Joko Danu Nampak sekali sifat angkuhnya.

            Sementara itu Ki Sadipo beserta para muridnya yang juga kembali ke hutan untuk mengambil kembali batang pohon pembuat perahu besar pesanan Sang Raja itu sungguh teramat kecewa. Ia tak mendapatkan lagi batang pohon besar itu tergeletak di tempatnya. Ia sangat marah, siapakah yang sudah lancang mengambil batang pohon besar itu, batang pohon kayu besar pembuat kapal pesiar pesanan Sang Raja Galuh. 

            Singkat cerita, setelah diketahui Ki Sadipo bahwa yang mengambil batang pohon kayu besar adalah putranya sendiri Joko Danu, dan semua itu ia dengar sendiri dari orang-orang sekampung yang masih banyak membicarakan tentang kekuatan dan kesombongan putranya dalam memamer-mamerkan kekuatannya di hadapan orang banyak khususnya orang sekampung dan murid-muridnya, Ki Sadipo tidak merasa bangga bahkan ia menjadi teramat berang. Ia pun segera menemui putranya itu seraya bersumpah,

“Putraku Joko Danu, engkau telah lancang sekali telah mengambil batang pohon tanpa sepengetahuanku, engkau juga telah pamer-pamer kekuatan dan kesaktian di hadapan orang banyak, kekuatanmu dan keperkasaanmu itu laksana kerbau jantan saja!”

Oleh karena kata-kata sumpah itu diucapkan oleh seorang ayah yang memiliki kesaktian, seketika tubuh Joko Danu berubah menjadi seekor kerbau jantan yang cukup besar berkulit kelam.   Ki Sadipo pun melanjutkan kata sumpahnya lagi,

“Karena engkau kini telah menjadi seekor kerbau jantan, sejak sekarang engkau bernama Kerbau Danu, dan engkau akan menjadi kerbau siluman yang menguasai daerah Sigeseng sampai ke pesisir timur. Di sana kau boleh berbuat sesukamu. Nah, enyahlah engkau dari sini!”

Dengan berjalan tertatih-tatih, Joko Danu yang telah berubah menjadi kerbau jantan berkulit hitam kelam berjalan menuju hutan di pesisir timur Sigeseng sampai Pekalongan. Sesungguhnya Ki Sadipo menyesali juga akan perlakuannya terhadap putranya itu, akan tetapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur sesalpun tiada guna lagi. Kemudian Ki Sadipo berkata kepada murid-muridnya,

“Mulai sekarang, kalian semua harus berhati-hati. Bila diantara kalian ada yang memiliki kerbau jantan, sebaiknya disembelih saja secepatnya karena kerbau-kerbau itu akan menjadi Kerbau Danu yang telah menjelma menjadi kerbau siluma. Dan jangan heran pula, jika kerbau betinamu bisa hamil tanpa ada kerbau pejantannya karena semua itu adalah perbuatan dari Kerbau Danu!”



KESIMPULAN :

Cerita ini merupakan legenda masyarakat Pekalongan yang masih hidup sampai sekarang. Sebagian besar masyarakat di Pekalongan masih mempercayai cerita tersebut, dan mereka percaya itu benar-benar terjadi di daerahnya. Oleh karena itu di daerah Kabupaten Batang sampai Pemalang masyarakatnya  enggan dan tidak berani  memelihara kerbau jantan.

Pelajaran yang bisa kita peroleh dari cerita ini adalah agar kita tidak bersifat sombong, merasa lebih pintar dari orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar