Sumber : Oleh Slamet Priyadi
Di Pekalongan sebelah barat Kabupaten Batang sampai daerah
Sigeseng, Kabupaten Pemalang Timur, sampai sekarang masyarakatnya tabu
memelihara kerbau jantan. Anehnya, kendatipun di daerah tersebut tak ada kerbau
jantan, kerbau betina bisa hamil dan beranak dengan sendirinya. Konon jika ada
kerbau jantan yang lahir, tak lama kemudian akan mati. Kejadian ini terus
berlangsung sampai sekarang. Oleh karena itu para peternak kerbau di Pekalongan
jika ternaknya itu melahirkan kerbau jantan, maka mereka segera menjualnya ke
daerah lain di luar Pekalongan. Kejadian
aneh ini sampai sekarang tetap dipercayai dan dialami oleh masyarakat Pekalongan.
Mengapa bisa demikian ?
Beginilah ceritanya! Dahulu kala di daerah Sigeseng hidup seorang pertapa sakti, Ki Sadipo dan putranya yang bernama Joko Danu. Kehidupan masyarakat Sigeseng kebanyakan adalah sebagai nelayan, tak terkecuali Ki Sadipo dan putranya Joko Danu. Di daerah Sigeseng, Ki Sadipo selain dikenal sebagai seorang yang linuwih memiliki kesaktian yang tinggi, juga sangat terkenal dengan kemahiran dan kepandaiannya dalam membuat perahu. Ketenaran dan ketersohoran keterampilan dan kemahiran Ki Sadipo dalam membuat perahu ini sampai ke telinga Raja Galuh. Maka Sang Raja Galuhpun memerintahkan kepada segenap hulu balangnya untuk memesan perahu besar yang indah pada Ki Sadipo untuk dipergunakan bersama isrinya berlayar bertamasya laut di sekitar Kabupaten Pemalang Timur di pantai Sigeseng, Pekalongan. Mendapat pesanan langsung dari Sang Raja Galuh, Ki Sadipo teramat suka cita hatinya, ia pun menyanggupinya.
Singkat
cerita, Segera Ki Sadipo bersama-sama beberapa orang murid pilihannya pergi ke
hutan untuk mencari kayu terbaik sebagai bahan untuk membuat perahu yang indah
pesanan Sang Raja Galuh. Di hutan
tersebut Ki Sadipo dan murid-muridnya menemukan satu pohon besar tua yang
batang kayunya dianggap sangat baik untuk membuat perahu pesanan Sang
Raja. Ki Sadipo beserta para muridnya
segera menebang pohon tersebut. Akan tetapi setelah pohon tersebut selesai
ditebang keanehan terjadi, batangnya yang besar itu tak mampu diangkat oleh Ki
Sadipo dan para muridnya. Menurut Ki
Sadipo ini suatu keanehan karena sepanjang pengalamannya baru satu kali inilah
Ia tak mampu mengangkat sebatang pohon, bahkan dengan kekuatan saktinya
sekalipun. Menghadapi kejadian aneh tersebut, sedang hari sudah menjelang
petang, ia beserta murid-muridnya memutuskan untuk kembali pulang dan akan kembali
lagi ke hutan dengan mengajak murid-murid yang lain lagi pada ke esokan
harinya.
Joko Danu
putra satu-satunya Ki Sadipo yang juga memiliki kesaktian dan kekuatan besar
menyamai ayahnya merasa tersentuh untuk menolong kesulitan ayahnya itu. Akan
tetapi ada sedikit watak yang kurang disukai terhadap putranya itu, Joko Danu,
berwatak sombong dan suka pamer kekuatan di hadapan orang-orang sekampungnya.
Itulah yang membuat Sang Ayah, Ki Sadipo enggan untuk mengajak putranya itu
pergi bersama-sama mencari kayu bahan pembuat perahu di hutan.
Di pagi
hari sebelum matahari terbit, tanpa seizing ayahnya, Joko Danu pergi sendiri ke
hutan tanpa ditemani oleh siapun. Sesampai di tengah hutan, ia masih melihat
batang pohon besar yang telah ditebang oleh ayahnya itu masih terbentang
seperti tubuh raksasa yang sedang tertidur. Tak lama kemudian, dengan
mengerahkan segenap kekuatannya yang besar dan kesaktiannya itu, Joko Danu mengangkat sendiri batang pohon
tersebut dengan teramat mudahnya. Batang pohon besar itu dipanggulnya sendiri
menuju tempat pembuata kapal, dan dengan sikap bangga dan angkuhnya ia
memamerkan kekuatannya itu kepada orang sekampung di sepanjang perjalanan.
Orang sekampung yang melihat kekuatan Joko Danu banyak yang berdecak kagum,
tetapi banyak juga yang tak senang dengan ulahnya itu karena dalam memanggul pohon
besar itu Joko Danu Nampak sekali sifat angkuhnya.
Sementara
itu Ki Sadipo beserta para muridnya yang juga kembali ke hutan untuk mengambil
kembali batang pohon pembuat perahu besar pesanan Sang Raja itu sungguh teramat
kecewa. Ia tak mendapatkan lagi batang pohon besar itu tergeletak di tempatnya.
Ia sangat marah, siapakah yang sudah lancang mengambil batang pohon besar itu,
batang pohon kayu besar pembuat kapal pesiar pesanan Sang Raja Galuh.
Singkat
cerita, setelah diketahui Ki Sadipo bahwa yang mengambil batang pohon kayu
besar adalah putranya sendiri Joko Danu, dan semua itu ia dengar sendiri dari
orang-orang sekampung yang masih banyak membicarakan tentang kekuatan dan
kesombongan putranya dalam memamer-mamerkan kekuatannya di hadapan orang banyak
khususnya orang sekampung dan murid-muridnya, Ki Sadipo tidak merasa bangga
bahkan ia menjadi teramat berang. Ia pun segera menemui putranya itu seraya
bersumpah,
“Putraku Joko Danu, engkau telah lancang sekali telah
mengambil batang pohon tanpa sepengetahuanku, engkau juga telah pamer-pamer
kekuatan dan kesaktian di hadapan orang banyak, kekuatanmu dan keperkasaanmu
itu laksana kerbau jantan saja!”
Oleh karena kata-kata sumpah itu diucapkan oleh seorang ayah
yang memiliki kesaktian, seketika tubuh Joko Danu berubah menjadi seekor kerbau
jantan yang cukup besar berkulit kelam.
Ki Sadipo pun melanjutkan kata sumpahnya lagi,
“Karena engkau kini telah menjadi seekor kerbau jantan,
sejak sekarang engkau bernama Kerbau Danu, dan engkau akan menjadi kerbau
siluman yang menguasai daerah Sigeseng sampai ke pesisir timur. Di sana kau
boleh berbuat sesukamu. Nah, enyahlah engkau dari sini!”
Dengan berjalan tertatih-tatih, Joko Danu yang telah berubah
menjadi kerbau jantan berkulit hitam kelam berjalan menuju hutan di pesisir
timur Sigeseng sampai Pekalongan. Sesungguhnya Ki Sadipo menyesali juga akan
perlakuannya terhadap putranya itu, akan tetapi apa mau dikata, nasi sudah
menjadi bubur sesalpun tiada guna lagi. Kemudian Ki Sadipo berkata kepada
murid-muridnya,
“Mulai sekarang, kalian semua harus berhati-hati. Bila
diantara kalian ada yang memiliki kerbau jantan, sebaiknya disembelih saja
secepatnya karena kerbau-kerbau itu akan menjadi Kerbau Danu yang telah
menjelma menjadi kerbau siluma. Dan jangan heran pula, jika kerbau betinamu
bisa hamil tanpa ada kerbau pejantannya karena semua itu adalah perbuatan dari
Kerbau Danu!”
KESIMPULAN :
Cerita ini merupakan legenda masyarakat Pekalongan yang
masih hidup sampai sekarang. Sebagian besar masyarakat di Pekalongan masih
mempercayai cerita tersebut, dan mereka percaya itu benar-benar terjadi di
daerahnya. Oleh karena itu di daerah Kabupaten Batang sampai Pemalang
masyarakatnya enggan dan tidak berani memelihara kerbau jantan.
Pelajaran yang bisa kita peroleh dari cerita ini adalah agar
kita tidak bersifat sombong, merasa lebih pintar dari orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar