Senin, 02 November 2015

BAKSO MIAD ; KHAS PEMALANG


Menyebut bakso yang pertama kali terbayang di kepala biasanya bulatan-bulatan campuran tepung dan daging. Beberapa orang menyebutnya sebagai pentol bakso, sebagian lagi hanya menyebutnya bakso saja.

Pentol inilah ciri khas yang membedakan bakso dengan makanan berkuah lainnya, seperti misalnya soto. Ukuran pentol bakso umumnya sebesar bola pingpong, tetapi ada juga yang besarnya menyamai bola tenis.

Kalau kebetulan Anda mampir di Pemalang, kota kecil di antara Tegal dan Pekalongan, ada satu bakso yang  sangat kondang di sini, yaitu Bakso Daging Pak Miad, demikian warga sekitar menyebutnya. Tapi, jangan harap menemukan pentol dalam bakso tersebut.

Pelopor Bakso

Sudah banyak orang kecele ketika pertama kali mencicipi bakso daging Pak Miad. Saat semangkuk bakso disodorkan oleh pelayan, pembeli sering bertanya-tanya heran, "Lho, kok langka ondhol-ondhole?" Ondhol-ondhol adalah istilah lokal untuk menyebut pentol bakso. Namun, setelah dicicipi cita rasanya dijamin membuat ketagihan.




Bakso daging Pak Miad sangat populer di Pemalang, terutama di wilayah Kecamatan Taman yang hanya berjarak sepelemparan batu dari kota. Pak Miad sendiri disebut-sebut sebagai pelopor pedagang bakso di Pemalang. Saat belum ada pedagang bakso, warga Desa Banjaran, Kecamatan Taman, ini sudah berkeliling kampung menjajakan bakso racikannya dengan pikulan bambu. Tak heran jika nama Pak Miad menjadi jaminan kelezatan rasa bakso daging khas Pemalang tersebut.






Pada perkembangannya, warung yang di Jebed Utara lebih populer. Kebetulan Kusyati, pemilik warung yang terletak persis di seberang Jalan Tugu Jebed Utara itu, tampak lebih piawai menjajakan bakso warisan ayahnya.

Meski kondisi warung yang dinamainya Bakso Daging Putri Miad begitu sederhana, hanya berupa warung kayu berlantai tanah dengan dinding bercat kapur, pembelinya selalu ramai. Konsumennya kebanyakan pegawai dan siswa sekolah tapi warga biasa juga tak kalah banyak yang datang.

Saat musim mudik, pembelinya didominasi para pemudik yang melintasi Jln. Sirayak, jalan di depan warung Kusyati. Kebetulan jalan tersebut merupakan jalur alernatif Jakarta-Semarang dan selalu dipadati kendaraan setiap menjelang lebaran.

Selain di Jebed Utara, Kusyati juga membuka cabang di Desa Mulyoharjo yang jauh lebih dekat dengan pusat kota. Di sini kondisi warungnya tampak lebih bagus, paling tidak bangunannya sudah berdinding beton.

Benar-Benar Beda

Seperti bakso pada umumnya, Bakso Daging Putri Miad disajikan dalam mangkuk. Bedanya, sebagai pengganti pentol bakso, di dalam genangan kuah panas terdapat irisan daging kerbau disertai irisan tomat hijau dan daun bawang.

Perbedaan lain, sebelum dihidangkan di bagian atas bakso ini ditaburi bawang goreng dan bubuk kerupuk. Disebut bubuk kerupuk karena memang terbuat dari kerupuk yang ditumbuk halus. Lalu kalau bakso lain biasa disantap dengan sendok-garpu, Bakso Daging Putri Miad disajikan dengan sendok lebar seperti yang digunakan oleh penjual es buah.

Sebagai teman makan, disediakan dua piring berisi irisan lontong dan kerupuk panjang yang dikenal sebagai kerupuk jentik atau kerupuk jari oleh penduduk lokal. Tak ada saus tomat, selain tisu di atas meja hanya ada botol kecap. Itu pun tak banyak yang menyentuh karena dianggap malah akan merusak rasa.

Meski sudah "terpecah" di beberapa tempat, baik Eny maupun Kusyati mengatakan warung mereka tetap ramai pembeli. Keduanya mengaku dalam sehari menghabiskan rata-rata 4 kg daging. Di hari libur stok daging yang harus disediakan menjadi 7-8 kg per hari. Sayang, ketika ditanya berapa omset yang diperoleh dalam sebulan, kedua perempuan ini kompak tak mau menjawab.

Tertarik mencoba? Kalau kebetulan melintasi Pemalang, jangan ragu-ragu mampir dan mencicipi bakso daging Putri Miad.

1 komentar: