Dapur / Bentuk / Nama : Keris Kyai Sengkelat.
Pamor / Lambang / Filosofi : Kulit Semongko.
Tangguh / Era Pembuatan / Estimasi: Hamengkubuwono V.
Model Bilah Pusaka: Keris Luk 13.
Panjang Bilah-Gonjo Keris :
36 CM.
Panjang Seluruh Keris: 43 CM.
Asal Usul Pusaka : Koleksi Pusaka Dunia.
Warangka Sarung Keris Ladrang Surakarta, Kayu Cendana yang
merupakan Kayu Bertuah Termahal karena selalu harum walau tanpa diberi minyak.
Tentang Hamengkubuwana V : Nama Asli Sri Sultan
Hamengkubuwana V adalah Gusti Raden Mas Gathot Menol, putra keenam
Hamengkubuwana IV yang lahir pada tanggal 24 Januari 1820 dari permaisuri Gusti
Kangjeng Ratu Kencono. Sewaktu dewasa ia bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia juga
pernah mendapat pangkat Letnan Kolonel tahun 1839 dan Kolonel tahun 1847 dari
pemerintah Hindia Belanda. Melihat tahun pemerintahannya dimulai tahun 1823
sedang lahirnya adalah tahun 1820 maka Sultan Hamengku Buwono V waktu permulaan
bertakhta baru berumur 3 (dua) tahun.
Hamengkubuwana V sendiri mendekatkan hubungan Keraton Yogyakarta dengan pemerintahan Hindia-Belanda yang berada
di bawah Kerajaan Belanda, untuk melakukan taktik perang pasif, dimana ia
menginginkan perlawanan tanpa pertumpahan darah. Sri Sultan Hamengkubuwana V
mengharapkan dengan dekatnya pihak keraton Yogyakarta dengan pemerintahan
Belanda akan ada kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak keraton dan
Belanda, sehingga kesejahteraan dan keamanan rakyat Yogyakarta
dapat terpelihara.
Kebijakan Hamengkubuwana V tersebut ditanggapi dengan
tentangan oleh beberapa kanjeng abdi dalem dan adik Sultan HB V sendiri, yaitu
Gusti Raden Mas Mustojo (nantinya naik takhta bergelar Hamengkubuwana VI).
Mereka menganggap tindakan Sultan HB V adalah tindakan yang mempermalukan
Keraton Yogyakarta sebagai pengecut, sehingga dukungan terhadap Sultan
Hamengkubuwana V pun berkurang dan banyak yang memihak adik sultan untuk
menggantikan sultan dengan GRM Mustojo. Keadaan semakin menguntungkan GRM
Mustojo setelah ia berhasil mempersunting putri Kesultanan Brunai dan menjalin
ikatan persaudaraan dengan Kesultanan Brunai. Kekuasaan Sultan Hamengkubuwana V
semakin terpojok setelah timbul konflik di dalam tubuh keraton yang melibatkan
istri ke-5 sultan sendiri, Kangjeng Mas Hemawati. Sri Sultan Hamengkubuwana V
hanya mendapatkan dukungan dari rakyat yang merasakan pemerintahan yang aman
dan tenteram selama masa pemerintahannya.
Sri Sultan Hamengkubuwana V wafat pada tahun 1855 dalam
sebuah peristiwa yang hanya sedikit diketahui orang, peristiwa itu dikenal
dengan wereng saketi tresno (“wafat oleh yang dicinta”), Sri Sultan meninggal
setelah ditikam oleh istri ke-5-nya, yaitu Kangjeng Mas Hemawati, yang sampai
sekarang tidak diketahui apa penyebab istrinya berani membunuh Sultan,
suaminya. Sultan HB V mendapat gelar Sinuhun Menol.
Tidak lama setelah Sultan Hamengkubuwana V meninggal, tiga
bulan kemudian permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwana V pun meninggal setelah
jatuh sakit semenjak suaminya meninggal. Kedudukan sultan pun digantikan oleh
adiknya seibu, GRM Mustojo, bergelar Hamengkubuwana VI.
Tentang Sejarah Keris Kyai Sengkelat ; Ketika Kerajaan Majapahit mulai surut, hiduplah seorang empu keris yang sakti mandraguna. Dia bernama
Jaka Supa putra dari Bupati Empu yang
bernama Ki Supadriya. Jaka Supa adalah
seorang pemuda yang sederhana, namun
sangat menyukai tapa brata istilah jawanya adalah “Gentur lelaku prihatin”.
Kelak atas perjuangan tapa bratanya, beliau akan menurunkan pusaka pusaka yang
hebat dan juga menurunkan empu-empu
pembuat keris yang luar biasa di tanah jawa. Konon pada suatu ketika,
wilayah kerajaan Majapahit dilanda “pagebluk” yang sangat nggegirisi,hingga
banyak para kawula (rakyat jelata) yang pagi sakit sore meninggal dan sore
sakit paginya meninggal.Tidak hanya para rakyat jelata, banyak juga beberapa bangsawan,
pandita dan sebagainya terserang penyakit
yang sangat misterius ini. Hingga akhirnya kekawatiran Sang Prabu atas
nasib penghuni Kraton oleh sebab ganasnya pageblug tersebut terjadi juga, Dyah
Ayu Sekar Kedaton jatuh sakit.Sudah
beberapa tabib pinunjul dari penjuru negeri dihadirkan untuk membatu kepulihan
sang putri, namun toh hasilnya selalu
nihil. Bahkan kalau malam menjelang , penyakit sang putri kian menjadi jadi.
Untuk menghindari kejadian yang tidak di inginkan, sang prabu menugaskan
segenap abdi dalem untuk bergiliran menjaga sang putri, khususnya di malam
hari. Hingga suatu malam, sampailah
giliran jaga itu jatuh pada Tumenggung Supandriya dan Tumenggung Supagati. Akan
tetapi, karena mereka berdua ternyata sakit, maka tugas itu diwakilkan
kepada anak anak mereka. Jaka Supa putra dari Tumennggung Supandriya dan
Majigjo adalah putra dari Tumenggung Supagati. Sore itu langit agak mendung,
disebelah barat semburat sinar matahari tampak kemerahan menyaput mega. Hingga
dari jauh terlihat menakutkan laksana banjir darah siap menerkam majapahit.
Mereka (Jaka Supa dan Majigja ) berangkat bersama sama menuju Kraton, ditengah
perjalanan tak henti hentinya Majigja menceritakan kerisnya yang indah berlapis
emas hasil buatanya sendiri. Keris itu diberinya nama sabuk Inten, sebuah keris
yang indah, anggun, berpamor eksotis dan
menyimpan enegi gaib yang luar biasa, bahkan sembari bercanda,
kadang Majigja setengah meledek keris
buatan Jaka Supa yang diberi nama Kyai Sengkelat itu. Sengkelat memang berbentuk
sangat sederhana, dia sangat polos , tak banyak ornamen, ibarat naga dia
bagaikan seekor naga yang hitam legam tanpa mahkota. Namun dibalik
kesederhanaanya itulah, Sengkelat adalah keris yang pilih tanding. Sesampai di
keputren, mereka berdua langsung mengambil tempat jaga masing masing. Jaka Supa
di sebelah kanan regol, sedangkan Majigja disebelah kiri.Beberapa saat waktu
berlalu ,tidak terjadi apa-apa. Namun menjelang tengah malam, tiba tiba angin
berdesir agak kencang menebar aura mistis yang menggetarkan hati para prajurit
yang ikut menjaga kediaman sang putri, angin itu makin melembut dan melembut,
hingga akhirnya banyak prajurit yang kemudian bergelimpangan tak mampu menahan
hawa kantuk yang luar biasa. Tiba-tiba dari arah Gedong pusaka muncul sinar
merah kehitaman yang sangat terang benderang, sinar itu naik memanjat langit
setinggi lima pohon kelapa dewasa. Sinar tersebut
berpendar pendar ke segala penjuru, menebarkan
hawa teluh atau wabah penyakit yang mengakibatkan pageblug tersebut.
Jaka Supa dan Majigja tak bergeming, ternyata hanya mereka berdua yang masih
tersisa dari serangan hawa kantuk tersebut,
mereka meningkatkan kewaspadaan ,
setelah mereka cermati ternyata sinar yang menebar teluh tersebut adalah Keris
Kyai Condong Campur. Sabuk Inten yang sedari tadi sudah okrak-okrok pengen
keluar dari warangkanya tiba tiba melesat naik ke angkasa, pertempuran condong
campur dan sabuk inten tak terelakan lagi, namun sabuk inten memang jauh
dibawah condong campur, baru sekitar sepuluh menit sabuk inten dapat dikalahkan
dan balik ke warangkanya. Bahkan lambung Sabuk Inten “grimpil” dibagian depan ,
akibat hantaman Condong Campur. Jaga Supa tanggap sasmita, Sengkelat segera
dicabut dari warangkanya setelah mendapat restu, keris pusaka tersebut membumbung
tinggi ke angkasa, pertempuran terjadi sangat sengit sekali, desak mendesak dan
serang menyerang. Setelah hampir subuh condong campur mulai kewalahan hingga
akhirnya Sengkelat berhasil mematahkan ujung condong campur satu luk, akhirnya
condong campurpun ngibrit ketakutan dan masuk kembali ke gedong pusaka. Sejak
saat itu condong campur tak pernah keluar lagi menebar pageblug, semenjak saat itu pula Dyah Ayu sekar kedaton
berangsur angsur sembuh, dan atas
jasa-jasanya Jaka Supa akhirnya diangkat menjadi Empu Kerajaan kesayangan sang
Prabu. Kelak dari tangannya akan lahir pusaka pusaka hebat yang sampai saat ini
dikejar kejar oleh para pecinta keris, dan dari beliau juga akan lahir empu
empu hebat penerusnya, keturunan terakhir beliau menurut cerita adalah Empu
Djeno Harum Braja dari Ngayugyokarto Hadiningrat. Berhubungan dengan cerita di
atas, simbah selalu berpesan ;
Lee..…. tirunen si sengkelat, dia adalah simbol wong cilik
tapi sugih ngelmu“bathok bolu isi madu” paribasane. Sengkelat orang seneng nuduhake kasudibyane,
walau dia sakti, kuat namun sosoknya sangat sederhana, sak anane atau sakmadya.
Menurut simbah Sengkelat menjadi ikon bagi para
kawula alit yang berilmu tinggi. Konon, kelak dinusantara ini akan muncul
sosok pemuda yang sederhana, tapi ketinggian ilmu lahir batinnya luar biasa,
dia berasal dari keluarga biasa, yang lebih aneh lagi pemuda tersebut mempunyai
pusaka Kanjeng Kyai Sengkelat sebagai tanda bahwa ia adalah pengemban amanat
leluhur. Pemuda tersebut akan berjuang membangun Nusantara menjadi negeri yang
aman, adil dan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar