Wanita keluar di malam hari ?
Saat ini kita menjumpai bahwa wanita sering beraktivitas dalam banyak
kegiatan ataupun bekerja yang memaksa mereka untuk menyelesaikannya
sampai larut malam, apakah ini diperbolehkan oleh syariah?
Jawaban:
Assalamu`alaikum Wr. Wb. Secara umum dalam pandangan syariat Islam,
banyak dalil dan nash yang menunjukkan bahwa para wanita muslimah yang
sudah akil baligh tidak diperkenankan untuk keluar rumah lebih dari tiga
hari kecuali ditemani oleh mahram atau suaminya. Larangan ini bersifat
umum dan jelas berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal bagi
wanita muslim bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama mahramnya.”
Para ulama berbeda pendapat bila tujuannya adalah untuk pergi haji.
Dalam masalah mahram bagi wanita dalam pergi haji, ada dua pendapat yang
berkembang.
Pendapat Pertama: mengharuskan ada mahram secara mutlak. Seorang wanita
yang sudah akil baligh tidak diperbolehkan bepergian lebih dari tiga
hari kecuali ada suami atau mahram bersamanya. Hal itu sudah ditekankan
oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lalu dalam sabda beliau. Dari
Ibnu Abbas ra berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
”Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali bila ada
mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama
mahramnya. Ada seorang yang berdiri dan bertanya,”Ya Rasulullah SAW,
istriku bermaksud pergi haji padahal aku tercatat untuk ikut pergi dalam
peperangan tertentu. Rasulullah SAW bersabda, ”Pergilah bersama istrimu
untuk haji bersama istrimu.” Hr. Bukhari, Muslim dan Ahmad. Hal itu
juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika seorang wanita bertanya
via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah haji karena tidak
punya mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i menjawab bahwa anda
termasuk orang yang tidak wajib untuk berhaji. Kewajiban harus adanya
mahram di atas adalah sebuah pendapat yang dipegang dalam mazhab Hanafi
dan para pendukungnya. Juga pendapat An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri,
Ahmad dan Ishaq.
Pendapat Kedua: tidak mengharuskan secara mutlak Seroang wanita boleh
bepergian untuk haji asal ada mahram atau suami atau ada sejumlah wanita
lain yang tsiqah (dipercaya). Ini adalah pendapat yang didukung oleh
Imam Asy-Syafi`i ra. Bahkan dalam satu pendapat beliau tidak
mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang
tsiqah. Bahkan dalam riwayat yang lain seorang wanita boleh pergi haji
sendirian tanpa mahram asal kondisinya aman. Namun semua itu hanya
berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib. Sedangkan yang sunnah
tidak berlaku hal tersebut. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi
yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari
kota Hirah ke Mekkah dalam keadaan aman. Rasulullah SAW bersabda,
”Wahai Adi, bila umurmu panjang wanita di dalam haudaj (tenda di atas
punuk unta) bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah tidak
merasa takut kecuali hanya kepada Allah saja.” (HR. Bukhari) Selain itu
pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan
dalil bahwa para istri nabi pun pergi haji di masa Umar setelah
diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan dan
Abdurrahman bin Auf. (HR. Bukhari).
Ibnu Taymiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam
mengatakan bahwa wnaita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu
juga dengan orang yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.
Semua itu adalah bila dalam rangka ibadah haji. Para ulama lalu berbeda
pendapat pula bila bukan dalam rangka ibadah haji yang wajib atau keuar
rumah dalam rangka keperluan lainnya. Namun sebagian ulama ada yang
menyebutkan bahwa alasan utama dari tidak diperkenankannya para wanita
bepergian jauh adalah masalah keamanan dan fitnah. Sehingga bila tidak
ada masalah tersebut, maka alasan larangan itu tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar